Pojok62.com – Dunia aset kripto di Indonesia memasuki babak baru dengan peralihan tugas pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Langkah ini menandai komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus memberikan perlindungan lebih baik kepada investor dalam ekosistem kripto yang terus berkembang pesat.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, peralihan pengawasan ini tidak sekadar pergantian otoritas. Ada perubahan fundamental dalam pendekatan yang diambil.
Di bawah Bappebti, pengawasan aset kripto lebih berfokus pada aspek perdagangan di pasar berjangka. Kini, di bawah OJK, pendekatan lebih komprehensif, mencakup pengembangan layanan, penawaran produk, hingga mitigasi risiko sistemik dan perlindungan konsumen.
“Kami tidak hanya melihat transaksi dan perdagangan. Kami memastikan pengembangan layanan, tata kelola, dan risiko sistemik dari aset kripto ini dapat dikelola dengan baik,” ujar Hasan dalam konferensi pers pada Selasa (14/1/2025).
Sebagai bentuk konkret, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 dan Surat Edaran OJK Nomor 20/SEOJK.07/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto. Regulasi ini menjadi fondasi pengawasan baru yang lebih adaptif dan inklusif, sejalan dengan dinamika industri.
Strategi Utama OJK
Untuk menjamin keamanan investor dan keberlanjutan ekosistem kripto, OJK menyusun empat strategi utama, pertama, yakni regulasi adaptif dan inklusif. OJK berkomitmen untuk menciptakan aturan yang fleksibel, mampu mengikuti perkembangan teknologi tanpa mengorbankan perlindungan investor.
Kedua, OJK akan melakukan pelibatan berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, untuk memitigasi risiko penyalahgunaan aset kripto.
Kemudian pada strategi ketiga, Hasan mengungkapkan pengembangan regulatory sandbox dengan inovasi produk, layanan, dan model bisnis baru diuji kelayakannya sebelum diadopsi secara luas.
Strategi selanjutnya atau keempat, OJK akan menggenjot peningkatan literasi dan edukasi masyarakat tentang aset kripto untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap risiko dan manfaatnya.
Meski potensi industri aset kripto sangat besar, Hasan menekankan adanya tantangan yang harus dihadapi OJK. Salah satunya adalah karakteristik aset kripto yang sangat dinamis dan cepat berubah.
Selain itu, keamanan siber menjadi isu utama mengingat tingginya risiko kejahatan digital di sektor ini.
“Tantangan lain adalah memastikan koordinasi antar lembaga, baik di dalam negeri maupun internasional, untuk menangani transaksi lintas batas dan mencegah kejahatan,” tambah Hasan.
Sementara, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi juga menyampaikan pentingnya klasifikasi jenis kripto.
“Setiap aset memiliki tujuan dan risiko yang berbeda. Kami akan memastikan profil risiko tersebut dipahami oleh pelaku pasar dan investor,” jelasnya.
Di bawah OJK, aset kripto kini dikategorikan sebagai aset keuangan, bukan lagi komoditas. Hal ini membuka peluang integrasi lebih dalam dengan sektor keuangan lainnya seperti perbankan dan pasar modal. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan stabilitas, memperkuat perlindungan konsumen, dan mendorong inovasi.
“Kami siap mendukung pertumbuhan industri ini secara sehat dan berkelanjutan. Ke depan, kami yakin Indonesia dapat menjadi salah satu pemain utama di pasar aset kripto global,” kata Hasan.
Kaji Rencana Pendataan Investor
Dengan tujuan meningkatkan transparansi, efisiensi, serta integritas pasar kripto yang kian berkembang, OJK mengkaji penerapan single investor identification (SID) bagi pemilik aset kripto di Indonesia.
Sebagai informasi, SID adalah identitas unik yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk setiap investor di pasar modal.
Identitas ini mencakup data pribadi, nomor rekening efek, dan informasi terkait lainnya yang terintegrasi dalam satu platform. Jika diterapkan di sektor kripto, SID akan mempermudah pengawasan, memperkuat regulasi, dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap perdagangan kripto di Indonesia.
Hasan menyatakan, implementasi SID akan membawa dampak positif bagi pengawasan aset kripto. “SID, yang telah berhasil diterapkan di pasar modal, merupakan konsep penting untuk mendukung transparansi, integritas, dan efisiensi. Dalam konteks pasar kripto, SID akan mempermudah identifikasi investor dan menjamin keamanan transaksi,” ujar Hasan.
Meski konsep ini menjanjikan, Hasan mengakui bahwa penerapan SID di pasar kripto menghadapi tantangan unik karena karakteristik teknologi blockchain yang desentralistik.
“Kompleksitas teknologi kripto berbeda dengan pasar modal. Oleh karena itu, kajian lebih mendalam diperlukan agar SID dapat diterapkan tanpa mengurangi esensi desentralisasi yang menjadi inti dari teknologi kripto,” jelasnya.
Blockchain memungkinkan transaksi berlangsung tanpa keterlibatan pihak ketiga, sehingga menghadirkan tantangan tersendiri bagi pengawasan. Hasan menegaskan bahwa peran OJK bukan untuk menghapus sifat desentralisasi tersebut, melainkan untuk memastikan pasar kripto tetap aman, adil, dan efisien. (red)